Jumat, 17 Desember 2010

Awan Robot Penyejuk Piala Dunia Qatar 2022 !

Qatar University menawarkan awan robot sebagai solusi untuk mengatasi panas pada saat Piala Dunia 2022 di negara Arab tersebut.

Abdul Ghani, kepala insinyur mekanik dan industri Qatar University, membuat robot mirip dengan struktur awan yang terbuat dari karbon ringan dan mengandung gas helium. Jumlah awan tersebut dipertahankan dengan mesin bertenaga matahari. Awan dapat dikendalikan dari jarak jauh untuk melindungi penonton.

Video awan robot tersebut dapat dilihat di situs web BBC.

Di Lulanic Iconic Stadium, awan robot ini dapat melindungi 86.250 penonton. Secara arsitektural, Foster and Partners sudah mendesain stadium untuk memanfaatkan sinar matahari yang berlimpah sebagai sumber listrik. Salah satu penggunaan listrik itu adalah untuk sistem pendingin.

Pada saat FIFA mengumumkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, Desember lalu, Qatar dengan cepat bereaksi terhadap segala keragu-raguan, termasuk masalah temperatur yang tinggi. Pada musim panas, temperatur di Qatar bisa mencapai sekitar 48 derajat Celcius. Selain masalah temperatur, Qatar juga dihadapkan pada masalah keamanan dari terorisme dan perlakuan terhadap wanita.
READ MORE - Awan Robot Penyejuk Piala Dunia Qatar 2022 !

Jumat, 10 Desember 2010

Asal usul gunung semeru

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, Pulau Jawa pada suatu saat mengambang di lautan luas, dipermainkan ombak kesana-kemari. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.

Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau tetapi masih tetap miring, sehingga Mereka memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut.

Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.

Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah para dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Kalau manusia ingin mendengar suara dewa mereka harus semedi di puncak Gunung Meru. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewa-Dewa atau mahluk halus. Selanjutnya daerah bergunung-gunung masih dipakai oleh manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib.

Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.

Orang naik sampai puncak Mahameru ada yang bertujuan untuk mendengar suara-suara gaib. Selain itu juga ada yang memohon agar diberi umur yang panjang. Bagaimanapun alasan orang naik ke puncak.......
READ MORE - Asal usul gunung semeru

Rabu, 17 November 2010

Mangkuk Kuno Cina Patahkan Teori Darwinisme

Kepingan-kepingan tembikar yang baru-baru ini ditemukan oleh para pakar ilmu purbakala di Gua Yuchanyan di Cina telah sekali lagi merobohkan pemikiran evolusionis mengenai sejarah. Menurut sebuah laporan di BBC News, usia pecahan-pecahan tersebut yang telah ditentukan dengan menggunakan 40 macam teknik Karbon-14 yang berbeda berkisar antara 17.500 dan 18.300 tahun. Keberadaan periuk setua itu merupakan sebuah kekalahan penuh, dalam istilah evolusinis, karena mereka menyatakan bahwa manusia memulai kehidupan beradab dan menetap pada masa yang mereka sebut sebagai Zaman Batu.
Evolusonis menyatakan bahwa manusia pertama adalah makhluk setengah-kera yang bentuk tubuh dan kemampuan akalnya berkembang seiring dengan perjalanan waktu, bahwa mereka mendapatkan keterampilan baru, dan bahwa peradaban berevolusi disebabkan oleh hal tersebut.

Menurut pernyataan ini, yang didasarkan pada ketiadaan bukti ilmiah apa pun, nenek moyang purba kita yang diduga ada itu menjalani hidup sebagai binatang, lalu menjadi beradab hanya setelah mereka menjadi manusia, dan menunjukkan kemajuan budaya seiring dengan bertambah majunya kemampuan akal mereka.

Gambar-gambar khayalan dari apa yang disebut sebagai Manusia purba, dengan tubuh yang seluruhnya tertutupi bulu binatang, atau sedang membuat api sembari jongkok di bawah kulit binatang, tengah berjalan di sepanjang tepi wilayah perairan sembari memanggul hewan yang baru saja dibunuh, atau sedang berusaha berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan gerakan isyarat dan bersungut-sungut, adalah gambar rekayasa yang dilandaskan pada pernyataan tidak ilmiah ini.

Contoh tembikar yang ditemukan di Gua Yuchanyan pada tahun 1995
Namun, temuan-temuan purbakala yang dihasilkan hingga kini dari Zaman Batu, di mana evolusionis menyatakan bahwa “manusia waktu itu baru saja belajar berbicara”, menunjukkan bahwa manusia di masa itu sudah menjalani hidup berkeluarga, melakukan bedah otak dan memahami seni lukis dan musik.

Oleh karena serpihan periuk berusia sekitar 18.000 tahun yang ditemukan di Gua Yuchanyan di Cina juga menampakkan tanda-tanda kehidupan yang berperadaban, maka ini pun membantah “urutan zaman-zaman sejarah” karangan evolusonis. Kepingan-kepingan mangkuk ini, yang usianya ditetapkan antara 17.500 dan 18.300 tahun, adalah sisa-sisa peninggalan tembikar tertua yang pernah ditemukan. Menurut pernyataan evolusionis, manusia semestinya belum menjalani hidup menetap di masa yang disebut sebagai Zaman Batu, dan mestinya hidup di gua-gua sebagai pemburu purba yang menggunakan perkakas yang terbuat dari batu.

Namun temuan-temuan purbakala secara ilmiah membuktikan justru sebaliknya. Pecahan-pecahan barang yang terbuat dari tanah liat yang ditemukan di Gua Yuchanyan itu secara telak menyingkap ketidakabsahan pernyataan evolusonis, yang sejatinya tidak lebih dari khayalan.

Biji-bijian padi juga ditemukan di gua yang sama di tahun 2005. Secara keseluruhan, temuan-temuan ini menunjukkan bahwa manusia yang hidup 18.000 tahun lalu telah bertani dan hidup berperadaban sebagaimana yang dilakukan manusia masa kini.

Kemajuan dan temuan seperti ini yang terjadi di cabang-cabang ilmu pengetahuan seperti arkeologi dan antropologi menyingkapkan bahwa “gagasan evolusi budaya dan masyarakat manusia” adalah sesuatu yang palsu. Temuan yang dihasilkan selama penggalian-penggalian purbakala dengan jelas menampakkan bahwa sejarah ditafsirkan oleh para ilmuwan Darwinis berdasarkan prasangka ideologi materialis. Dongeng “Zaman Batu” tidaklah lebih dari upaya kalangan materialis dalam rangka menampilkan manusia sebagai sebuah makhluk hidup yang berevolusi dari binatang yang tidak berakal dan memaksakan dongeng yang mereka yakini ini pada ilmu pengetahuan.
READ MORE - Mangkuk Kuno Cina Patahkan Teori Darwinisme

Selasa, 16 Maret 2010

Pameran Manusia Masa Depan

Science Gallery di Dublin menyelenggarakan pameran spesies manusia masa depan. Beberapa sajian yang di pameran itu adalah adalah Euthanasia Rollercoaster, 60 tengkorak yang dilengkapi dengan mata mekanik yang mengawasi gerakan Anda, serta sebuah proyek menyelidiki efek yang akan terjadi jika manusia yang membantu penyerbukan tanaman, bukan serangga.


Tujuan pameran berjudul Human+ itu adalah untuk meneliti dampak terhadap budaya dan sosial akibat perkembangan teknologi baru sekaligus memamerkan hasil kerja seniman, ahli biologi, ahli robotika, arsitek, dan ahli filosofi. Hasilnya adalah pameran gabungan antara instalasi seni, illmuwan dan uji coba sains dan teknologi.

Euthanasia Coaster adalah mesin buatan orang Lithuania bernama Julijonas Urbonas yang bertujuan untuk mencabut hidup seseorang menggunakan cara "elegan dan euforia". Roller coaster tersebut punya panjang 7.5 km dengan tinggi 500 m dan akan membuat tubuh bekerja melewati batas. Tekanan grativasit yang dihasilkan membuat orang kehilangan kesadaran dan meninggal akibat kekurangan oksigen di otak. Pada pameran ini, Urbonas membuat model dengan skala 1:500.

Sementara itu, Louise Phillipe asal Kanada menciptakan Are V5 yang terdiri dari 60 tengkorak dilengkapi dengan mata mekanik. Mata akanmenangkap ciri wajah dan mengikuti jejak orang yang melihatnya. Ahli robotika Msahiro Mori mengatakan bahwa ketika ada robot melihat dan bertingkah seperti manusia, akan ada respons berupa rasa muak oleh manusia.

Proyek yang menggambarkan manusia menggantikan lebah sebagai pembantu penyerbukan tanaman adalah Human Pollination Project. Laura Allcorn, artis dari dari Amerika Serikat telah merancang seperangkat alat untuk mengangkut serbuk sari dari sebuah bunga dan menggunakannya pada bunga lain.
READ MORE - Pameran Manusia Masa Depan