Nyaris sebulan sudah 20 WNI yang menjadi kru kapal MV Sinar Kudus menjadi sandera perompak Somalia. Kawanan perompak meminta tebusan nyaris Rp 100 miliar untuk membebaskan WNI dan kapal yang mengangkut bahan tambang itu.
Banyak kalangan di Indonesia ingin melihat pemerintah bersikap tegas. Mengirimkan militernya ke Somalia untuk membekuk kawanan perompak dan membebaskan kru WNI. Korea Selatan pernah melakukan hal ini beberapa bulan lalu.
Siapa sebenarnya perompak Somalia? Berikut Republika turunkan beberapa seri tulisan mengenai mereka untuk mengetahui siapa dan apa motif mereka:
Perompak Somalia adalah mantan pasukan milisi faksi-faksi yang bertikai di Somalia 10 tahun lalu. Ketika itu pemerintahan Siad Barre rontok di tengah jalan, para menterinya berubah menjadi 'raja-raja' kecil saling berebut pengaruh dan kekuasaan. Setelah tidak ada pemerintahan yang sah, maka para prajurit ini harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pilihan paling mudah ada di sebelah timur Somalia. Sebuah teluk yang merupakan jalan raya kapal-kapal kargo dari arah timur ke barat. Maka jadilah para milisi itu perompak.
Apa motif mereka?
Iqbal Jhazbhay, pakar Somalia dari Universitas Afrika Selatan, mengatakan motifnya sejauh ini cuma dua: uang dan bertahan hidup. "Mereka sebenarnya sudah melakukan hal ini di darat. Ketika mereka membuat pos-pos penjagaan dan meminta uang pada setiap orang yang lewat mobil atau motor. Sekarang mereka melirik kesempatan lain, di laut," katanya seperti dikutip dari Christian Science Monitor.
Yang direkrut pertama kali untuk jadi perompak adalah para nelayan. Karena nelayan yang punya akses ke laut berupa perahu. Dari modal kecil-kecilan, para perompak lantas bertahap membeli senjata dan perahu yang lebih besar. "Mereka melakukan hal ini karena hidup di Somalia sangat berat, harga bahan pangan sangat tinggi," katanya lagi.
Sekarang? Bisnis perompak malah makin booming. Bisnis ini menjadi bisnis profesional dan dikerjakan lintas negara.
Kepada siapa para perompak bekerja?
Umumnya para perompak bekerja sendiri. Mayoritas perompak Somalia berasal dari Puntland, wilayah semiotonom di pantau utara Somalia. Tidak ada angka pasti berapa banyak perompak Somalia. Diperkirakan jumlahnya ribuan orang.
Dalam salah satu studi PBB terkait penyelundupan senjata di Afrika, ada laporan bahwa perompak bekerja sama dengan aparat negara yang korup untuk menjadikan sejumlah pelabuhan sebagai markas mereka. Kapal-kapal yang dirompak diseret ke pelabuhan resmi dan menunggu pembayaran uang tebusan.
Ada juga bukti para ekspatriat Somalia yang bermukim di Kenya, Arab Saudi, dan sejumlah negara teluk lainnya menyediakan informasi soal kapal-kapal yang akan lewat di Teluk ADen.
Siapa yang mengambil keuntungan?
Para perompak sangat komunal. Mereka membagi duit hasil tebusan dan rompakan ke keluarga dan rekan, baru kemudian ke anggota klan. Baru sisanya dibelikan senjata dan peralatan lain.
Bagaimana nelayan-nelayan kampung Somalia bisa membajak kapal-kapal besar?
Jawabannya ada tiga. Latihan, latihan, latihan. Lebih dari 100 kapal pernah mereka rompak. Belasan kapal masih ditahan karena belum bayar tebusan. Harga tebusannya ada yang sangat mahal, mencapai ratusan juta dolar AS. Pemerintah Saudi harus merogoh kocek 110 juta dolar AS untuk membebaskan kapal tanker minyak mereka, Sirius Star.
Yang mengagumkan adalah para perompak hanya berbekal informasi dan sebuah GPS untuk beroperasi ke tengah laut. Mereka biasa menggunakan kapal induk, sebuah trawler Rusia untuk mengejar target. Kemudian mereka mengeluarkan perahu yang lebih kecil mendekati sisi kapal. Menggunakan peralatan sederhana seperti kaitan, tali, dan tangga. Sambil membawa senapan mesin mereka naik satu per satu dan menguasai kapal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar